Pelatihan Komputer & Internet

04 Januari, 2011

Mereka Telah Menanam

Disebutkan dalam suatu kisah bahwa ada seorang kakek tua renta, ia pergi ke kebun membawa cangkul dan tunas kelapa. Dalam usianya yang sudah renta dan fisiknya yang sudah lemah, sang kakek mengayunkan cangkulnya menggali lubang lalu ia menanam tunas kelapa yang ia bawa. Seseorang yang kebetulan lewat di situ melihat sang kakek menanam pohon kelapa terheran-heran, ia pikir buat apa kakek ini menanam pohon kelapa? Berapa tahun pohon kelapa itu akan berbuah, dan berapa lama lagi kakek tua ini akan hidup di dunia? Sempatkah ia nanti menikmati buah pohon kelapa yang ia tanam?

Untuk mengobati rasa penasarannya, orang tersebut menghampiri sang kakek dan bertanya: kakek kan sudah tua, sementara pohon kelapa ini baru berbuah beberapa tahun nanti, untuk apa kakek menanamnya? Dengan tenang sang kakek menjawab: “orang tua kami telah menanam, dan kami telah menikmati hasilnya, maka kami sekarang menanam untuk dinikmati buahnya oleh generasi setelah kami”.

Kata-kata yang sangat bijak dari sang kakek ini perlu kita cermati, perlu kita hayati dan perlu kita renungi. Rupanya sang kakek betul-betul mengerti bahwa para pendahulunya telah banyak berbuat, mereka telah berjuang, mereka telah bekerja keras yang tentunya para pendahulunya itu berbuat dan bekerja bukan hanya untuk dirinya akan tetapi untuk bangsa dan negaranya, untuk generasinya dan generasi setelahnya.

Sang kakek juga sangat paham bahwa selama ini ia telah menikmati hasil jerih payah para pendahulunya, ia sudah banyak makan jasa orang-rang sebelumnya, ia paham betul bahwa tidak langsung tumbuh dewasa, ia mengerti bahwa apa yang ia capai tidak lepas dari jasa-jasa orang yang mendidiknya. Ia tahu bahwa ia adalah salah satu mata rantai sejarah generasi bangsa, ia sadar bahwa ia adalah salah satu pemegang tongkat estafet yang harus ia serahkan kepada generasi setelahnya.

Berdasarkan kesadaran itu, ia merasa wajib untuk berterima kasih kepada pendahulunya, ia harus membalas jasa-jasa orang sebelumnya, ia harus berbuat sebagaimana yang telah diperbuat oleh generasi sebelumnya. Ya, sebagai rasa terima kasih dan mengenang jasa-jasa orang sebelumnya yang telah ia nikmati, maka ia tergerak untuk bekerja, berusaha, dan berbuat untuk generasi setelahnya, ia merasa punya kewajiban untuk menanam jasa kepada anak cucunya. Ia tahu bahwa seseorang bukan hanya menerima, akan tetapi juga harus memberi, ia mengerti bahwa orang bukan hanya berbuat untuk dirinya sendiri, akan tetapi juga harus berbuat untuk orang lain. Itulah sebabnya di usia yang senja sang kakek menanam pohon kelapa.

Tak terkecuali kita. Kita adalah salah satu anak bangsa, kita adalah salah satu mata rantai sejarah, sama persis dengan sang kakek, kita telah diasuh oleh orang tua kita, kita telah didik oleh para pendidik kita, kita telah banyak menikmati hasil jerih payah para pendahulu kita. Ya, orang tua kita, para pemimpin kita, kiyai kita, pak guru kita telah banyak menanamkan jasa-jasanya kepada kita.

Kita tumbuh dewasa berkat susah payah orang tua kita yang telah mengasuh kita, kita bisa mengaji karena jasa kiai yang mengajari kita alif ba’ ta. Kita bisa jadi sarjana tak lepas dari jasa pak guru yang mengajari kita a, bi, ci, di. Mereka telah berbuat, mereka telah berjuang, dan mereka telah menanam, yang hasilnya telah kita nikmati dan kita rasakan.

Tinggal kita sekarang, apa yang telah kita perbuat untuk bangsa kita?, apa yang bisa kita lakukan untuk membalas jasa-jasa para pendahulu kita?, apa yang bisa kita usahakan untuk meneruskan tongkat estafet perjuangan para pendahulu kita?, apa yang harus kita upayakan agar kita menjadi salah satu mata rantai sejarah bangsa kita? Apa yang bisa kita tanam, untuk dinikmati oleh generasi setelah kita?

Kita perlu belajar dari sang kakek, kita perlu tahu bahwa kita perlu berbuat untuk orang lain, bukan hanya untuk diri sendiri, kita perlu mengerti bahwa kita harus turun ke lapangan, kita harus ikut mengambil peran, kita harus ikut berkiprah dalam kancah kehidupan masyarakat, kita harus ikut terjun ke medan laga. Kerena orang hanya dikenang dengan jasanya, orang akan diingat karena kebaikannya, dan orang akan disebut dengan amal perbuatannya.

Kalau tidak, kafilah akan tetap berjalan, sejarah akan tetap berlalu, dan bumi akan tetap berputar. Dan kita akan ketinggalan, kita akan hanyut ditelan masa, dan kita akan dilupakan. Kita hanya ada dua pilihan, akan menjadi pemain atau menjadi penonton, akan dikenang atau akan dilupakan.

28 Desember, 2010

Surat untuk Firman

Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?
Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian. Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.
Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas. Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran. Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada. Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita. Tetapi inilah buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi, semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu hendak digunakan untuk mencuci dosa politik. Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira.
Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang. Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan. Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.
Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan!

Sumber : http://cheatpb.akujagoan.com/2010/12...uk-firman.html

25 Desember, 2010

PERJALANAN SPIRITUAL PEMBANTU PENDETA MENJADI SEORANG MUSLIM

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--"Saya tidak bisa menemukan jawaban-jawabannya di Alkitab. Begitu saya sadar bahwa Trinitas cuma sebuah mitos dan bahwa Tuhan cukup kuat untuk menyelamatkan seseorang tanpa membutuhkan bantuan dari seorang anak atau siapapun, atau apapun.

Semuanya kemudian berubah. Keyakinan saya selama ini terhadap ajaran Kristen runtuh. Saya tidak lagi mempercayai ajaran Kristen atau menjadi seorang Kristiani."

Jalan untuk meraih cita-citanya sebagai pendeta atau pemimpin misionaris terbuka lebar, namun jalan yang terbentang itu justru membawanya untuk mengenal Islam. Sehingga ia akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang Muslim dan melepaskan semua ambisinya, meski pada saat itu ia sudah menjadi pembantu pendeta.

Dia adalah Abdullah DeLancey, seorang warga Kanada yang menceritakan perjalanannya menjadi seorang Muslim. "Dulu, saya adalah penganut Kristen Protestan. Keluarga saya membesarkan saya dalam ajaran Gereja Pantekosta, hingga saya dewasa dan saya memilih menjadi seorang jamaah Gereja Baptist yang fundamental," kata DeLancey mengawali ceritanya.

Menurutnya, sebagai seorang Kristen yang taat, kala itu dia kerap terlibat dengan berbagai aktivitas gereja seperti memberikan khotbah pada sekolah minggu dan kegiatan-kegiatan lainnya. "Saya akhirnya terpilih sebagai pembantu pendeta. Saya benar-benar ingin mengabdi lebih banyak lagi pada Tuhan dan memutuskan untuk mengejar karir sampai menjadi seorang Pendeta," tutur DeLancey yang kini bekerja memberikan pelayanan pada para pasien di sebuah rumah sakit lokal.

Keinginannya, sebenarnya menjadi seorang pendeta atau menjadi seorang misionaris. Namun ia berpikir, jika menjadi seorang Pendeta maka akan memperkuat komitmen hidupnya dan keluarganya pada gereja secara penuh. DeLancey pun mendapatkan beasiswa untuk mengambil gelar sarjana di bidang agama.

"Sebelum mengikuti kuliah di Bible College, saya berpikir untuk lebih menelaah ajaran-ajaran Kristen dan saya mulai menanyakan sejumlah pertanyaan-pertanyaan serius tentang ajaran agama saya. Saya mempertanyakan masalah Trinitas, mengapa Tuhan membutuhkan seorang anak dan mengapa Yesus harus dikorbankan untuk menebus dosa-dosa manusia seperti yang disebutkan dalam Alkitab," ujar DeLancey.

Hal lainnya yang menjadi tanda tanya bagi DeLancey, bagaimana bisa orang-orang yang disebutkan dalam "Kitab Perjanjian Lama" bisa "selamat" dan masuk surga padahal Yesus belum lahir. "Saya dengan serius merenungkan semua ajaran Kristen, yang selama ini saya abaikan," sambung DeLancey.

Ia mengakui tidak mendapatkan jawaban yang masuk akal dan cukup beralasan atas semua pertanyaan-pertanyaan yang menjadi dasar ajaran Kristen itu. "Lantas, untuk apa Tuhan memberikan kita akal yang luar biasa jika kemudian kita tidak boleh menggunakannya. Itulah yang perintahkan agama Kristen, agama Kristen meminta kita untuk tidak menggunakan akal ketika menyatakan bahwa Anda harus punya keyakinan. Sebuah keyakinan yang buta," kata DeLancey, mengenang pengalamannya di masa lalu.

Sejak itu, DeLancey sadar bahwa selama ini ia sudah menelan ajaran Kristen dengan secara buta dan tidak pernah mempertanyakan hal-hal yang sebenarnya membuatnya bingung. "Saya sama sekali tidak pernah menyadarinya," ujar DeLancey.

"Saya tidak bisa menemukan jawaban-jawabannya di Alkitab. Begitu saya sadar bahwa Trinitas cuma sebuah mitos dan bahwa Tuhan cukup kuat untuk "menyelamatkan" seseorang tanpa membutuhkan bantuan dari seorang anak atau siapapun, atau apapun. Semuanya kemudian berubah. Keyakinan saya selama ini terhadap ajaran Kristen runtuh. Saya tidak lagi mempercayai ajaran Kristen atau menjadi seorang Kristiani."

"Saya meninggalkan gereja untuk selamanya dan istri saya mengikuti langkah saya, karena ia juga mengalami hal yang sama dalam menerima ajaran-ajaran Kristen. Inilah yang akan menjadi awal perjalanan spritual saya, ketika itu saya tanpa agama tapi tetap percaya pada Tuhan," papar DeLancey.

Hidayah Itupun Datang

DeLancey mengakui, saat-saat itu menjadi saat-saat yang sulit bagi dirinya dan keluarganya yang selama ini hanya tahu ajaran Kristen. Namun ia terus mencari kebenaran dan mulai mempelajari berbagai agama. DeLancey tetap menemui kejanggalan-kejanggalan dalam agama-agama yang dipelajarinya, sampai ia mendengar tentang agama Islam.

"Islam !!! Apalagi itu? Sepanjang yang saya ingat, saya tidak pernah mengenal seorang Muslim dan tidak pernah mendengar Islam, bahkan pembicaraan tentang Islam sebagai salah satu agama di tempat saya tinggal di Kanada kecuali cerita-cerita buruk tentang Islam. Ketika itu, saya sama sekali tidak mempertimbangkan Islam," tutur DeLancey.

Tapi kemudian, DeLancey mulai membaca-baca informasi tentang Islam dan mulai membaca isi Alquran. Isi Alquran itulah yang mengubah kehidupannya sehingga ia tertarik untuk membaca segala sesuatu tentang Islam. Beruntung, DeLancey menemukan sebuah masjid yang letaknya sekitar 100 mil dari kota tempat tinggalnya.

"Saya lalu membawa keluarga saya ke masjid ini. Dalam perjalanan, saya merasa gugup tapi juga dipenuhi semangat dan saya bertanya pada diri sendiri, apakah saya akan diizinkan masuk ke masjid karena saya bukan seorang Arab atau Muslim," kisahnya.

Setelah sampai di masjid, saya pun merasa bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia dan keluarganya disambut hangat oleh seorang Imam dan sejumlah Muslim di masjid itu. "Mereka sangat baik. Tidak seburuk berita-berita tentang Muslim," aku DeLancey.

Di masjid itu, DeLancey diberi buku yang ditulis oleh Ahmad Deedat dan ia diyakinkan bisa menjadi seorang Muslim. DeLancey membaca semua material-material tentang Islam dan sangat menghargai pemberian itu, karena di perpustakaan di tempatnya tinggal hanya ada empat buku tentang Islam.

"Setelah mempelajari buku-buku itu, saya sangat syok. Bagaimana bisa saya menjadi seorang Kristiani begitu lama dan tidak pernah mendengar ada kebenaran? Saya akhirnya meyakini Islam dan ingin masuk Islam," kisah DeLancey.

Ia kemudian mengontak komunitas Muslim di kotanya dan pada 24 Maret 2006 saya pergi ke masjid dan mengucapkan syahadah beberapa saat sebelum pelaksanaan salat Jumat, dengan disaksikan komunitas Muslim di kotanya.

"Saya mengucapkan La illaha ill Allah, Muhammadur Rasul Allah, tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Saya pun menjadi seorang Muslim. Hari itu adalah hari paling indah dalam hidup saya. Saya mencintai Islam dan merasakan kedamaian sekarang," tukas DeLancey mengingat kembali saat-saat ia menjadi seorang Mualaf.

DeLancey mengakui, ia dan keluarganya menghadapi masa-masa sulit setelah memutuskan memeluk Islam terutama dari teman-temannya yang Kristen dan dari kedua orangtuanya. Ia tidak diakui lagi sebagai anak dan teman-temannya yang Kristen tidak mau lagi bicara dengannya. DeLancey dijauhi bahkan ditertawai.

"Saya senang menjadi seorang Muslim, tak masalah jika teman-teman saya sesama orang Kanada memandang saya aneh karena memilih menjadi seorang Muslim. Karena saya sendiri yang akan mempertanggungjawabkan perbuatan saya pada Allah setelah saya mati."

"Allah memberi saya kekuatan dan Allah yang Maha Besar menolong saya untuk melewati masa-masa sulit setelah saya masuk agama Islam. Saya punya banyak sekali saudara seiman sekarang," tandas DeLancey.

Setelah masuk Islam, DeLancey mengubah nama depannya dan jadilah namanya sekarang Abdullah DeLancey. menjadi orang pertama dan satu-satunya pembimbing rohani Islam yang dibolehkan bekerja di rumah sakit di kotanya. Ia juga mengelola sebuah situs Islam Muslimforlife.com yang dididirikannya.

"Saya seorang Muslim dan saya sangat bahagia menjadi seorang Muslim. Rasa syukur saya panjatkan pada Allah swt," tukas DeLancey mengakhiri kisah perjalanannya dari seorang pembantu pastor menjadi seorang Muslim.

07 Juni, 2010

Tanjung Melagan, penghasil arang kualitas internasional

Tanjung Melagan saat air laut surut


Tungku pembakaran arang

Pukul 5.30 pagi itu alarm handphone-ku berbunyi mengingatkanku dengan janjiku untuk mengunjungi seorang sahabat yang tinggal di ujung selatan kepulauan riau, pulau galang baru. Aku segera bergegas dari tempat tidurku menuju kamar mandi, satu jam kemudian saya berangkat bersama temanku Lifari yang datang mengunjungiku kemarin, ia bekerja di salah satu perusahaan pelayaran di Singapore. Mendung tak nenyurutkan langkah kami untuk berangkat, kami berangkat dari bengkong laut menuju tanjung melagan naik sepeda motor, hari masih pagi tapi di jalan mulai ramai dengan orang-orang yang akan berangkat bekerja, maklumlah di Batam kota industri, banyak pabrik dan perusahaan asing disini.

Belum separuh perjalanan gerimis mulai turun, kami pun berhenti di warung sembari sarapan. Usai sarapan kami melanjutkan perjalanan lagi, beberapa menit kemudian kami sampai di jembatan I, kami pun berhenti sejenak melihat suasana pagi yang indah. Tak ingin berlama-lama di jembatan I kami melanjutkan perjalan kembali karena masih ada jembatan II samapai jembatan VI yang akan kami lalui. Jembatan-jembatan tersebut menghubungkan rentetan pulau Batam sampai pulau Galang Baru sehingga jembatan tersebut diberi nama jembatan Barelang yang tidak lain adalah singkatan dari Batam Rempang Galang.

Hari itu cuaca kurang bersahabat, kulihat didepan mendung, hampir sampai ke jembatan V hujan pun turun. Kami berteduh di pos persimpangan menuju Galang. Sudah ada 3 orang yang berteduh disitu, salah satu diantaranya adalah seorang guru. Sejenak aku berpikir berapa jam pelajaran yang telah beliau habiskan tidak mengajar siswanya yang telah menunggunya di sekolah. Hampir satu jam juga kami menunggu hujan tak jua reda, akhirnya kami melanjutkan perjalanan mengunakan jas hujan.

Sampai di jembatan VI kami telah di tunggu kak dani, teman satu kampung yang tinggal di Tanjung Melagan. Ia bertugas mengajar di TPQ dan bertindak sebagai muazdin di masjid sekaligus menjadi khatib setiap shalat jumat. Untuk sampai ke tanjung melagan harus menyebrangi selat-selat diantara pulau-pulau di ujung selatan kepulauan riau. Kami menyebrang dari perusahaan Arang menggunakan pompong (perahu kecil) dengan motor diesel berbahan bakar solar, waktu tempuh sekitar 25 menit. Begitu pompong berlayar hati terasa lega, betapa indahnya pemandangan laut disekitar gugusan pulau di ujung kepri. Banyak kami jumpai rumah-rumah penduduk diatas laut. Ada juga keramba tempat menjemur ikan teri.

Sampai di tanjung melagan air laut sedang surut, turun dari pompong kami harus jalan kaki menuju pelantar (dermaga kecil) tempat biasanya pompong bersandar. Disekitar pelantar kak dani mengambil kempang (ranga-ranga:bwn) untuk dimasak. Setiba di tanjung melagan kami beristirahat sebentar, Selanjutnya silaturrahmi ke tempat obak Zainal. Obak Zainal adalah warga asli Bawean Menara Gunungmenur yang sudah bermukim di tanjung melagan berpuluh-puluh tahun silam. Konon ceritanya dahulu berkunjung ke tanjung melagan hanya untuk mengantar istrinya asal Tanahmera Kepuh untuk bertemu dengan orang tuanya yang sudah bertahun tidak pulang ke Bawean. Betah di tanjung melagan akhirnya beliau tidak pulang ke Bawean juga hingga sekarang sudah mempunyai banyak cucu disana.

Selain Obak Zainal yang tinggal di gugusan pulau ujung selatan kepri, ada juga obak Sadik asal Kelbung Menara Bawean yang tinggal di pulau korek , beliau sudah tinggal di pulau korek sejak tahun 1979. Dipulau korek beliau tinggal bersama istrinya (Asal Pancor Sidogedungbatu) dan anaknya (Salim) yang telah menikah dengan gadis Melayu. Tidak ada tetangga di sebelah rumahnya. Cerita pertama kali beliau ke pulau korek tidak jauh berbeda dengan obak Zainal, yaitu mau mengantar anaknya untuk dipertemukan dengan orangtuanya. Jarak Pulau korek dengan tanjung melagan tidak begitu jauh, bisa ditempuh dengan naik pompong sekitar 10 menit, kalau naik pompong tanpa mesin alias mendayung bisa ditempuh sekitar 30 menit. Kesehariannya tidak jauh beda dengan warga di tanjung melagan yaitu mengelola kayu bakau untuk dijadikan arang. Selain kayu bakau ada juga kayu messi yang kualitas arangnya hampir sama.

Kendati tinggal di persisir laut tapi warganya tidak berpenghasilan dari nelayan melainkan dengan mengelola kayu Bakau (mangroov) untuk dijadikan arang yang kemudian dijual ke perusahaan arang untuk dijual kembali ke konsumen di dalam dan luar negeri. Proses pembuatan kayu arang tidaklah mudah. Waktu yang dibutuhkan sekitar 15 hari bisa lebih, tergantung muatan kayu didalam tungku. Semakin banyak muatan semakin lama watu pembakaran. Setelah pembakaran selesaipun arang yang sudah jadi didalam tungku tidak langsung di bongkar tapi didiamkan selama sekitar satu minggu hingga arang didalamnya dingin. Konon ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar, misal: tidak boleh ada wanita haid lewat didepan tungku pembakaran arang, tidak boleh membakar ubi atau sejenisnya ditungku pembakaran. Bila hal-hal tersebut dilanggar maka arang tidak akan masak sempurna. Sehingga prosesnya harus diulang dari awal. Ada juga beberapa warga yang mengadakan acara selamatan bubur merah sebelum tungku arang dibakar.

Bagi penduduk tanjung melagan Mencari ikan dilaut hanya untuk dimakan sehari-hari, tidak untuk dijual. Transportasi utama adalah kepompong (sejenis perahu kecil), orang sana menyebutnya motor. Di tanjung melagan tidak ada sekolah dasar. Anak-anak mereka bersekolah ke pulau sembur, pulau dimana tempat berbelanja kebutuhan sehari dan di pulau semburlah pulau teramai. Sumber listrik bukanlah dari PLN melainkan dari mesin-mesin genset yang yang disalukan dari rumah ke rumah dan hanya menyala menjelang maghrib sampai pukul 22.00 WIB.

07 Maret, 2010

Lapan: Badai Matahari Terjadi Antara 2012-2015

Film fiksi ilmiah '2012' yang menceritakan tentang terjadinya badai matahari (flare) bukan isapan jempol belaka. Flare diperkirakan akan terjadi antara tahun 2012-2015. Namun, tak serta merta hal itu melenyapkan peradaban dunia.

"Lapan memperkirakan puncak aktivitas matahari akan terjadi antara 2012 hingga 2015. Pada puncak siklusnya, aktivitas matahari akan tinggi dan terjadi badai matahari," ujar Kabag Humas Lapan Elly Kuntjahyowati dalam rilis yang diterima detikcom, Kamis (4/3/2010).

Flare tersebut, imbuhnya, merupakan salah satu aktivitas matahari selain medan magnet, bintik matahari, lontaran massa korona, angin surya dan partikel energetik. Ledakan-ledakan matahari itu, bisa sampai ke bumi. Namun, flare yang diperkirakan akan terjadi itu tak akan langsung membuat dunia hancur.

"Masyarakat banyak yang menghubungkan antara badai matahari dengan isu kiamat 2012 dari ramalan Suku Maya. Ternyata dari hasil pengamatan Lapan, badai matahari tidak akan langsung menghancurkan peradaban dunia," imbuhnya.

Efek badai tersebut, lanjut dia, yang paling utama berdampak pada teknologi tinggi seperti satelit dan komunikasi radio. Satelit dapat kehilangan kendali dan komunikasi radio akan terputus.

"Efek lainnya, aktivitas matahari berkontribusi pada perubahan iklim. Ketika aktivitas matahari meningkat maka matahari akan memanas. Akibatnya suhu bumi meningkat dan iklim akan berubah," jelas Elly.

Partikel-partikel matahari yang menembus lapisan atmosfer bumi akan mempengaruhi cuaca dan iklim. Dampak ekstremnya, bisa menyebabkan kemarau panjang. Namun hal ini masih dikaji oleh para peneliti.

Lapan pun berniat mensosialisasikan dampak aktivitas matahari ini ke masyarakat. Sosialisasi Fenomena Cuaca Antariksa 2012-2015 pun akan digelar di Gedung Pasca Sarjana lantai 3, Universitas Udayana, Jl Jenderal Sudirman, Denpasar, Bali pada 9 Maret 2010 pukul 11.00 Wita.


Sumber : http://id.news.yahoo.com/dtik/20100304/tpl-lapan-badai-matahari-terjadi-antara-b28636a.html

01 Maret, 2010

Tidur Siang Bikin Kita Lebih Pintar?

KOMPAS.com - Sewaktu kita masih kecil, kewajiban tidur siang yang diberikan oleh orangtua rasanya menjadi siksaan bagi kita. Anehnya, ketika kita dewasa, kita harus mencuri-curi waktu agar bisa memejamkan mata barang setengah jam. Bisa terlelap sebentar saja pengaruhnya begitu besar untuk kita: tubuh jadi terasa lebih bugar sesudahnya.

Penelitian baru juga mengatakan, tidur siang yang lelap juga mampu mendongkrak kapasitas belajar otak secara dramatis. Hebat, kan?

Para peneliti mendapati bahwa tidur siang selama sejam saja sudah cukup untuk meningkatkan kemampuan otak untuk mempelajari fakta-fakta baru dalam jam-jam berikutnya. Di pihak lain, semakin lama kita bertahan untuk melek, semakin lamban pikiran kita.
Penemuan baru ini mendukung data sebelumnya dari tim peneliti yang sama, bahwa begadang semalaman bisa mengurangi kemampuan untuk memasukkan hal-hal baru hampir sebanyak 40 persen. Hal ini disebabkan penutupan bagian-bagian otak selama kita kehilangan waktu tidur.

"Tidur tak hanya menjadi jalan keluar dari keadaan terjaga yang berkepanjangan, tetapi -pada level neurokognitif- hal ini akan menggerakkan Anda di luar di mana Anda berada sebelum Anda tidur," ujar Matthew Walker, asisten profesor bidang psikologi di UC Berkeley, dan pemimpin investigasi pada studi ini. ? ?

Beberapa tokoh paling berpengaruh di dunia ini juga dikenal sebagai "tukang tidur siang". Mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher pernah mengklaim bahwa ia hanya tidur empat jam setiap malam, namun selalu tidur sebentar pada siang hari. Sementara itu, Bill Clinton juga selalu menyempatkan diri untuk tidur selama setengah jam sesudah makan siang.

Para peneliti mengatakan bahwa tidur juga diperlukan untuk menjernihkan memori jangka pendek otak dan menyediakan ruang untuk penyerapan informasi yang baru. "Ibaratnya, inbox email pada hippocampus (bagian dari otak besar) kita penuh, dan jika kita tidak tidur dan membuang email-email yang tak perlu itu, kita tidak akan bisa menerima email yang baru," kata Dr Walker.

http://female.kompas.com/read/xml/2010/02/23/12420273/Tidur.Siang.Bikin.Kita.Lebih.Pintar

10 Februari, 2010

Bertemu di Padang Arafah

Di Padang Arafah


Konon katanya padang arafah adalah tempat bertemunya nabi Adam dengan Hawa setelah diturunkan ke dunia. Pada musim haji tahun ini selain menjadi ajang pertemuan umat islam sedunia, padang arafah juga merupakan tempat saya bertemu dengan uda apit yang telah lama berpisah. Yang saya ingat dulu sewaktu saya masih kecil uda apit pergi ke mesir untuk menuntut ilmu di sana, dan sejak itu kami tidak pernah bertemu lagi. Memang sejak saya kenal internet sudah sering berkomunikasi dengan uda apit, baik melalui blognya kak heri, begitu pula dia sering kunjung ke blog saya.

Selain itu kami juga sudah sering kontak melalui yahoo messenger, kami sudah sering ngobrol bahkan sudah bisa melihat wajahnya melalui webcam, akan tetapi baru bisa bertemu langusung dengan orangnya ketika kami berada di padang arafah pada tanggal 9 dzul hijjah bertepatan dengan 26 nopember 2009.

Namun untuk bertemu dengan uda apit tidaklah mudah, semula saya bayangkan kami akan bertemu dengan mudah, apalagi bisa kontak sebelumnya dengan HP, dan saya kira tempat kami berdekatan, ternyata setelah saya lacak, tempat kemahnya jamaah Indonesia yang ditempati uda apit sangat jauh sekali bahkan dari ujung selatan ke ujung utara.

Dengan berjalan kaki di tengah keramaian padang arafah yang dipenuhi oleh jutaan manusia dari berbagai Negara, dan jalan-jalan yang dipenuhi oleh bus-bus yang berjejer dan beriringan, saya menelusuri jalan-jalan di padang arafah, sambil sesekali memencet HP menanyakan posisi uda apit. Di sana ada banyak balon besar yang dilayangkan cukup tinggi dengan diikat tali sebagai tanda bagi tempat-tempat tertentu. Nah untuk memastikan posisi uda apit saya bertanya, uda apit lihat balon warna kuning? Dia jawab tidak. Saya pun meneruskan perjalanan, terus saya Tanya lagi: uda apit lihat balon hijau? Dia bilang tidak. Waduh, berarti posisinya jauh sekali, sebab balon-balon tersebut melayang cukup tinggi dan bisa dilihat dari jarak yang jauh. Sehingga kalau tidak melihatnya berarti dia masih jauh sekali, padahal kaki sudah mulai lelah berjalan, karena di padang arafah tidak ada kendaraan yang bisa ditumpangi. Semua kendaraan diparkir untuk persiapan mengangkut jemaah haji pergi ke muzdalifah.

Saya Tanya uda apit dekat tidak dengan masjid Namirah? Dia bilang jauh. Saya berpikir bagaimana bisa menemukan posisi uda apit. Saya coba menanyakan jalan. Di arafah ada delapan jalan besar yang merupakan jalur kendaraan menuju muzdalifah, dia bilang ada di jalan no. 8, sedangkan posisi saya waktu itu berada di jalan no.4 karena kemah saya berada di jalan no.3. berarti saya harus melewati jalan no. 5, 6, 7, baru sampai ke jalan no. 8.

Sampai di jalan no.6 terlihatlah jabal rahmah yang dipenuhi oleh ribuan manusia, namun setelah ditanya apakah uda apit melihat jabal rahmah, ternyata uda apit tidak melihatnya. Waduuh, berarti masih jauh, padahal kaki sudah terasa capek sekali. Namun saya terus bersabar karena ingin sekali bertemu dengan uda apit. Di tengah perjalanan, ada dua orang Yaman yang bertanya di mana lokasi perkemahan orang Indonesia? Saya bilang: saya sedang menuju ke sana tapi persisnya belum tahu. Saya Tanya: untuk apa nanya kemah orang Indonesia? Dia bilang, saya mau mencari tempat yang tenang, jauh dari keramian biar khusyuk menjalankan wukuf. Memangnya di sana tenang? Iya, di perkemahan orang Indonesia cukup tenang, tidak seperti di sini yang sangat ramai dan penuh sesak. Maka kami berjalan bersama dengan kedua orang tersebut.

Sampailah saya ke jalan no. 8. di pojok jalan saya melihat dua orang Indonesia, kelihatannya dia memegang peta arafah. Saya Tanya dia tentang lokasi perkemahan orang Indonesia, dan dia menunjukkan tempatnya sambil memperlihatkan peta, dia menunjukkan arahnya, jalannya secara jelas, karena ternyata dia adalah dua orang mahasiswa yang bekerja sebagai petugas haji, yang satu kuliyah di Yordan, yang satunya kuliyah di Mesir. Ketika saya Tanya apakah dia kenal uda apit? Dia jawab, ya. Sayang ketika saya meminta petanya, dia tidak mau memberikan, karena dia Cuma punya satu.
Ahirnya dengan petunjuk kedua mahasiswa tersebut dengan mantap saya menuju ke perkemahan orang Indonesia yang ternyata masih jauh, jadi bukan pas di jalan no. 8 akan tetapi hanya ada di sekitarnya, dan jaraknya juga cukup jauh. Dengan sisa tenaga saya terus menelusuri jalan-jalan padang arafah, dan dari jauh terlihatlah bendera merah putih, pertanda di sanalah terletak jamaah haji Indonesia. Aku pun semakin semangat mengayunkah langkah untuk segera sampai dan bertemu dengan uda apit. Setelah sampai di sana ternyata lokasi jamaah haji Indonesia benar-benar berada di tepi padang arafah, dan di sana hanya ada bangsa Indonesia, tidak terlihat bangsa-bangsa lain, dan suasananya benar-benar tenang, lorong-lorong sepi, hampir tidak ada orang yang lalu-lalang, karena kelihatannya jamaah haji Indonesia semuanya khusyu' berada di dalam kemah meanti saat-saat wukuf.

Kurang lebih jam sebelas siang, saya berhasil bertemu dengan uda apit setelah sekian lama tidak ketemu, dan ketika bertemu kami langsung saling mengenal. Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, Tanya-tanya kabar, kami sempatkan foto bersama. Dan menjelang jam dua belas, saya kembali ke kemah saya semula untuk wukuf.

Maulud Pemuda Menara Malaysia